Pada Senin, 21 Juli 2025, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menekankan perlunya revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk mencabut ketentuan yang menyatakan Polri sebagai penyidik utama. Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, menyatakan keberatannya terhadap Pasal 6 ayat 2 dalam draf RUU tersebut yang menetapkan Polri sebagai penyidik utama, karena hal tersebut dapat membuat Polri menjadi lembaga dengan kewenangan yang terlalu besar. Isnur menegaskan bahwa KUHAP seharusnya memperkuat pengawasan dan check and balance, bukan menambah kewenangan yang bisa membuat pengawasan semakin sulit dilakukan.
Selain itu, Isnur juga mencermati Pasal 7 yang mengatur PPNS di berbagai lembaga negara harus diawasi dan dikordinasikan oleh Polri sebagai penyidik utama. Menurutnya, hal ini akan menghambat efektivitas penyidikan yang seharusnya berdasarkan keahlian teknis dan melanggar prinsip koordinasi fungsional, supervisi penuntut umum, serta pengawasan dari pengadilan. Di sisi lain, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa revisi KUHAP akan disusun secara bertahap dimulai dari tingkat panitia kerja, tim sinkronisasi, tim perumus, hingga dibahas di tingkat Komisi III DPR RI. Proses pembahasan revisi KUHAP masih memungkinkan untuk perubahan substansi, karena setiap Anggota DPR RI memiliki kewenangan dalam hal ini.