MK: Mahkamah Tidaklah Tempat Sampah

by -36 Views

Dalam politik legislasi, banyak pejabat yang cenderung meminta masyarakat untuk menggugat UU yang kontroversial ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika tidak setuju dengan revisi yang dilakukan. Upaya ini seakan melemparkan tanggung jawab dari proses pembentukan undang-undang antara pemerintah dan DPR ke MK sebagai solusi utama. Namun, seharusnya proses legislasi harus melibatkan partisipasi publik yang lebih luas agar polemik terkait revisi UU dapat diminimalisir.

Pengesahan revisi UU TNI dan berbagai undang-undang lainnya secara gegabah telah menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Salah satu permasalahan yang mencuat adalah potensi dominasi peran militer dalam urusan sipil yang dapat mengancam supremasi sipil dan demokrasi. Penolakan publik terhadap revisi-revisi ini menunjukkan kelemahan dalam proses pembentukan undang-undang baik dari sisi substansi maupun partisipasi masyarakat.

Pemerintah seharusnya fokus pada perbaikan proses legislasi yang bermasalah daripada mengandalkan MK sebagai tempat untuk “membuang” produk legislasi yang cacat. Sebuah undang-undang yang baik seharusnya melalui mekanisme deliberatif dengan partisipasi publik yang substansial untuk mencegah regulasi bermasalah di kemudian hari. Judicial review di MK seharusnya bukanlah satu-satunya solusi untuk permasalahan legislasi yang tidak demokratis dan minim transparansi.

MK sebenarnya adalah pengawal konstitusi bukan tempat untuk menutupi kelemahan dalam proses legislasi. Mekanisme judicial review hanya dapat membatalkan atau menyatakan norma tertentu inkonstitusional, namun tidak secara langsung memperbaiki kesalahan dalam desain regulasi. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR harus serius dalam memperbaiki proses pembentukan undang-undang dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik yang nyata untuk memastikan legislasi yang berkualitas dan berbasis pada kepentingan publik.

Source link