Paris – Prancis menerapkan keadaan darurat pada Rabu, 15 Mei 2024, di wilayah Pasifik Prancis di Kaledonia Baru selama 12 hari.
Selain itu, Prancis juga meningkatkan kekuatan pasukan keamanan untuk meredam kerusuhan mematikan di wilayah tersebut, di mana masyarakat adat telah lama menginginkan kemerdekaan.
“Bentrokan bersenjata dan kekerasan lain yang terjadi pada hari Senin (13 Mei 2024), menyusul protes atas reformasi pemilu, yang menyebabkan empat orang tewas, termasuk seorang polisi, dan melukai lebih dari 300 orang,” kata pihak berwenang Prancis, dikutip dari AP, Jumat, 17 Mei 2024.
Pasukan militer Prancis dikerahkan untuk melindungi pelabuhan dan bandara, serta membebaskan polisi dan pasukan keamanan yang melawan penjarahan, pembakaran, dan kekerasan lainnya.
Perdana Menteri Gabriel Attal mengumumkan bahwa tindakan darurat dimulai pada pukul 20.00 malam, dan waktu Paris, yaitu pukul 05.00 pada Kamis pagi di Kaledonia Baru. “Tidak ada yang bisa membenarkan kekerasan,” ucap Attal.
“Prioritas mutlak kami dalam beberapa jam ke depan adalah kembalinya ketertiban dan ketenangan,” sambungnya.
Tindakan darurat ini memberi pihak berwenang kekuasaan yang lebih besar untuk mengatasi kekerasan, termasuk kemungkinan penahanan bagi orang-orang yang dianggap sebagai ancaman terhadap ketertiban umum dan perluasan kewenangan untuk melakukan penggeledahan, penyitaan senjata, dan membatasi pergerakan, dengan kemungkinan hukuman penjara bagi pelanggarnya.
Terakhir kali Prancis menerapkan tindakan serupa di salah satu wilayah luar negerinya adalah pada tahun 1985, juga di Kaledonia Baru, menurut Kementerian Dalam Negeri Paris.
Pemerintah Prancis juga mengerahkan ratusan bala bantuan polisi ke pulau tersebut, tempat para pendukung pro-kemerdekaan telah lama berusaha untuk melepaskan diri dari Perancis.
Kementerian Dalam Negeri mengatakan 500 petugas tambahan diperkirakan dikirim dalam beberapa jam di kepulauan tersebut untuk memperkuat penjagaan, meskipun 1.800 polisi sudah ada di sana.
Berbicara kepada media penyiaran France Info pada hari Rabu, Anne Clement, seorang penduduk ibu kota, Noumea, memuji penguatan pasukan keamanan karena kerusuhan telah berubah menjadi perang gerilya perkotaan yang nyata.
Telah terjadi ketegangan selama beberapa dekade di kepulauan ini antara penduduk asli Kanak yang menginginkan kemerdekaan dan keturunan penjajah yang ingin tetap menjadi bagian dari Prancis.
Setelah pertemuan keamanan selama dua jam pada hari Rabu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan para menteri utama, Attal mengatakan kepada parlemen di Paris bahwa keadaan darurat bertujuan untuk memulihkan ketertiban dalam waktu sesingkat mungkin.
Kerusuhan minggu ini juga meletus ketika badan legislatif Prancis di Paris memperdebatkan amandemen konstitusi Prancis untuk melakukan perubahan daftar pemilih di Kaledonia Baru.
Majelis Nasional pada hari Rabu menyetujui rancangan undang-undang yang, antara lain, akan memungkinkan penduduk yang telah tinggal di Kaledonia Baru selama 10 tahun untuk memberikan suara dalam pemilihan provinsi.
Namun, para penentang mengatakan langkah tersebut akan menguntungkan politisi pro-Prancis di Kaledonia Baru dan semakin meminggirkan masyarakat adat Kanak.
Mereka pernah mengalami kebijakan segregasi yang ketat dan diskriminasi yang meluas. Negara kepulauan yang luas dan berpenduduk sekitar 270.000 orang di sebelah timur Australia ini berjarak 10 zona waktu lebih cepat dari Paris.
Mulai dari Macron hingga saat ini, pemerintah Prancis berulang kali menyerukan diakhirinya kekerasan.
Pejabat tinggi Prancis di wilayah tersebut, Komisaris Tinggi Louis Le Franc, juga memperingatkan kemungkinan adanya banyak kematian jika ketenangan tidak segera dipulihkan.
“Kantor polisi termasuk di antara puluhan tempat yang diserang, dan terjadi tembakan,” tulis Menteri Dalam Negeri Gérald Darmanin pada akun X.
Dia menambahkan bahwa seorang polisi yang tertembak termasuk di antara korban tewas.