Belakangan ini, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di Indonesia disoroti oleh Sapto Priyanto, seorang kriminolog dari Universitas Indonesia (UI). Menurutnya, PHK massal dapat berdampak pada peningkatan angka kriminalitas di Indonesia. Faktor ekonomi menjadi penyebab utama kriminalitas seperti pencurian dan perampokan, yang dapat dipicu oleh PHK massal. Namun, tidak semua orang yang mengalami PHK akan langsung melakukan tindakan kriminal, karena faktor tempat tinggal juga mempengaruhinya.
Sapto juga menjelaskan bahwa PHK massal dapat berdampak pada kemiskinan dan potensi tumbuhnya radikalisme atau terorisme di masyarakat. Meskipun kemiskinan tidak selalu memicu radikalisme, kelompok teroris dapat memanfaatkan orang-orang yang miskin untuk tujuan tersebut. Pemerintah dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah melakukan upaya optimal dalam mencegah radikalisme dengan adanya Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE).
Sejak awal tahun 2025, Partai Buruh dan Koalisi Serikat Pekerja mencatat bahwa telah terjadi 70 ribu PHK massal di Indonesia. Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memprediksi angka PHK sepanjang tahun 2025 dapat mencapai 250 ribu orang. Sapto menekankan pentingnya pencegahan radikalisme dan terorisme dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, kementerian, dan LSM yang memiliki program terkait.