Model United Nations (MUN) telah mengalami pergeseran makna yang signifikan dalam dunia pendidikan yang semakin kompetitif dan visual saat ini. Awalnya digunakan sebagai simulasi sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melatih kemampuan diplomasi dan berpikir kritis, MUN kini menjadi simbol prestise dan ajang pembuktian diri, terutama bagi pelajar yang bercita-cita masuk universitas top dunia.
Banyak siswa tertarik untuk bergabung dengan MUN bukan hanya karena isu global, tetapi juga karena adanya tekanan sosial dan FOMO (Fear of Missing Out). Hasil analisis dari Michael R. Solomon juga menunjukkan bahwa konsumsi sesuatu tidak hanya dipengaruhi oleh kebutuhan fungsional, tapi juga oleh faktor sosial dan simbolis.
Nilai simbolik MUN sangat kuat, di mana anak-anak muda mengaitkan partisipasi dalam MUN dengan status sosial, kepemimpinan, dan sebagai syarat masuk universitas internasional. Referensi kelompok juga memainkan peran penting dalam menentukan pilihan konsumsi, sehingga tekanan sosial menjadi faktor dominan dalam keputusan siswa untuk ikut MUN.
Namun, penting untuk mempertimbangkan motivasi di balik partisipasi dalam MUN. Meskipun aktivitas ini dapat memperkaya portofolio pelajar dengan kemampuan berpikir kritis dan bekerja dalam tim, memahami diri sendiri dan kebutuhan sebenarnya merupakan hal yang lebih penting. Kehadiran online yang kuat, membantu membimbing siswa untuk membuat pilihan berdasarkan keinginan yang jujur dan bukan hanya untuk mencari validasi eksternal.
Pada akhirnya, MUN tidak boleh menjadi satu-satunya tolak ukur prestasi siswa. Pendidikan seharusnya memberikan ruang yang luas untuk berbagai ekspresi dan kontribusi, tidak hanya melalui MUN. Siswa juga dapat menonjol dan berhasil melalui berbagai cara yang sesuai dengan minat dan bakat mereka, bukan hanya lewat keikutsertaan dalam MUN.