Pemerintah Kota Cimahi menunjukkan keseriusannya dalam mengelola sampah secara berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka berhasil mengurangi timbulan sampah harian dari 120 ton menjadi hanya 90 ton. Langkah yang diambil tidak hanya terbatas pada satu strategi, tetapi melalui pendekatan yang komprehensif. Mulai dari edukasi komunitas, penerapan kebijakan, kampanye pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, hingga penyediaan fasilitas pengolahan yang memadai.
Pengelolaan sampah di Kota Cimahi juga melibatkan sistem penjadwalan pengangkutan berdasarkan jenis sampahnya. Dengan adanya jadwal pengangkutan yang berbeda untuk sampah organik dan anorganik, masyarakat menjadi terdorong untuk memilah sampah sejak dari sumbernya. Selain meningkatkan efisiensi operasional, sistem ini juga membantu membentuk kebiasaan baru dalam masyarakat.
Perubahan yang signifikan terjadi di tingkat komunitas, terutama di RT 03 RW 10 Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara. Melalui Program Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM) dalam kerangka Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP), warga tidak hanya diedukasi untuk memilah sampah, tetapi juga diajarkan untuk memproses sebagian sampah langsung di lingkungan tempat tinggal.
Kepala Keluarga di wilayah tersebut kini sudah lebih dari 82 persen yang memilah sampah secara mandiri, dibandingkan dengan hanya 30 persen sebelum program ini diterapkan. Transformasi ini menjadi modal sosial yang kuat bagi kelurahan tersebut. Penekanan dari pemerintah kota agar warga terus memperkuat kebiasaan memilah dan mengelola sampah dari rumah, menuju arah zero waste, merupakan langkah penting dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Kota Cimahi juga didukung dengan infrastruktur modern. Dengan adanya Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sentiong dan Lebaksaat, yang dikelola sepenuhnya oleh pemerintah kota, mereka mampu mengelola sampah organik menjadi kompos dan mengubah sebagian sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF). Dengan demikian, jumlah sampah yang akhirnya harus ditimbun di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) menjadi jauh lebih sedikit.
Keseluruhan program pengelolaan sampah yang dijalankan oleh Kota Cimahi menunjukkan bahwa kolaborasi, sistem yang kuat, dan kesadaran masyarakat dapat membawa perubahan signifikan dalam manajemen sampah. Keberhasilan yang diraih oleh Kota Cimahi dapat menjadi inspirasi bagi daerah-daerah lain di Indonesia untuk mengadopsi langkah-langkah serupa guna mencapai target zero waste.