Olahraga padel belakangan ini semakin populer di kalangan pecinta olahraga raket di berbagai negara. Dikenal sebagai versi “sepupu tenis” yang lebih santai dan sosial, padel menawarkan permainan yang seru dan mudah dipelajari oleh berbagai kalangan. Menjadi alternatif olahraga yang menyenangkan dan mempererat hubungan sosial, padel mulai mendapat perhatian di Indonesia dengan bertambahnya fasilitas padel di sejumlah kota besar.
Padel, yang lahir di Meksiko pada akhir 1960-an berkat Enrique Corcuera, dimainkan di lapangan berukuran 20 x 10 meter yang dikelilingi dinding kaca dan kawat. Permainan ini umumnya dimainkan secara ganda (dua lawan dua) yang menambah keseruan dan kerja sama tim. Berbeda dengan tenis yang menuntut pukulan keras, padel lebih fokus pada strategi dan refleks cepat memanfaatkan pantulan bola dari dinding.
Beberapa perbedaan antara padel dan tenis antara lain adalah lapangan dan dinding yang mengelilingi lapangan, raket dan bola yang digunakan, cara servis, serta tingkat kesulitan dalam mempelajari olahraga tersebut. Meskipun memiliki perbedaan tersebut, padel semakin populer di seluruh dunia dengan lebih dari 25 juta orang dari 90 negara yang memainkannya. Di Eropa dan Amerika Latin, lapangan-lapangan tenis bahkan banyak yang diubah menjadi lapangan padel karena semakin diminati.
Di Indonesia, fenomena ini juga mulai terasa dengan hadirnya beberapa lapangan padel di kota besar. Olahraga ini menjadi pilihan menarik untuk mereka yang ingin bersosialisasi sambil berolahraga ringan namun tetap menantang. Dengan kelebihan pada sosialitas, aksesibilitas, dan dinamisme permainan, padel menjadi alternatif menarik dari tenis bagi mereka yang mencari olahraga raket yang lebih santai namun kompetitif. Jadi, tak heran jika beberapa lapangan tenis mulai diubah menjadi lapangan padel di Indonesia sebagai respon terhadap popularitas olahraga ini di kancah global.