Laut: Penemuan Menjanjikan yang Tidak Bisa Dimiliki

by -34 Views

Dalam Sidang Pleno Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) yang berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta pada Kamis, 6 Februari 2025, Kiai Cholil Nafis, Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah, menegaskan bahwa laut tidak boleh dimiliki oleh individu atau korporasi. Menurut Kiai Cholil, laut merupakan sumber daya alam yang vital bagi kehidupan manusia dan ekosistem, sehingga tidak bisa dijadikan hak milik penuh dalam konteks hak milik pribadi atau hukum. NU mengambil sikap jelas bahwa negara seharusnya tidak memberikan sertifikat kepemilikan laut atau Hak Guna Bangunan (HGB) kepada siapapun demi pelestarian ekosistem laut dan keberlanjutan sumber daya alam di dalamnya.

Meskipun laut tidak boleh dimiliki sepenuhnya, Kiai Cholil menjelaskan bahwa laut tetap dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, contohnya dengan budidaya ikan seperti yang terjadi di Kepulauan Seribu, Jakarta. Namun, dia menegaskan bahwa hak kepemilikan penuh atas laut tetap tidak diizinkan. KH Mahbub Ma’afi, Sekretaris Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah, juga menegaskan bahwa konsep kepemilikan laut bertentangan dengan prinsip pelestarian alam dan keberlanjutan ekosistem. NU mendukung pelestarian alam dan memberikan komitmen untuk menjaga sumber daya laut agar tetap bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan demi kepentingan bersama.

Dalam diskusi tersebut, KH Mahbub menekankan bahwa laut bukanlah wilayah yang bisa diolah seperti tanah kosong, sehingga konsep “ihyaul mawat” tidak dapat diterapkan pada laut. NU memperkuat peran negara dalam mengelola sumber daya alam secara adil dan bijaksana, dengan fokus pada kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan lingkungan. Kesimpulannya, laut tidak bisa dimiliki secara pribadi atau korporasi, namun tetap dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama dengan memperhatikan pelestarian ekosistem dan keberlanjutan sumber daya alam laut.