Fenomena Job Hugging: Trend Baru di Pasar Tenaga Kerja

by -40 Views

Fenomena “job hugging” menjadi tren baru di pasar tenaga kerja yang kompetitif saat ini, di mana para pekerja cenderung bertahan dalam pekerjaan mereka lebih lama karena khawatir kehilangan pekerjaan. Fenomena ini merupakan kebalikan dari tren sebelumnya yang mengutamakan mobilitas pekerja, di mana pekerja sering berpindah posisi untuk meraih peluang, fleksibilitas, dan gaji lebih tinggi.

Menurut Korn Ferry, firma konsultan yang dilaporkan oleh CNBC, ketakutan akan hal yang tidak diketahui menjadi pemicu utama munculnya fenomena “job hugging”. Para pekerja lebih memilih mempertahankan stabilitas daripada mengambil risiko, meskipun terkadang harus mengorbankan kepentingan pribadi atau profesional mereka.

Tadjuddin Noer Effendi, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, berpendapat bahwa sulitnya situasi pasar tenaga kerja adalah faktor utama yang mendorong orang untuk bertahan dalam pekerjaan mereka daripada mencari peluang baru yang berisiko tinggi. Alasan terbesar di balik “job hugging” adalah keamanan dan stabilitas finansial, meskipun kondisi kerja tidak sesuai harapan.

Pola perekrutan tenaga kerja yang lambat akibat fenomena “job hugging” dapat menyebabkan pasar tenaga kerja yang kaku dengan mobilitas yang terbatas. Hal ini berpotensi merugikan perusahaan karena dapat melemahkan produktivitas, inovasi, dan pengembangan karyawan di masa depan. Bagi para pekerja, memeluk erat pekerjaan dapat mengakibatkan stagnansi karier, sehingga menghalangi peluang yang lebih baik di tempat kerja lain.

Dalam jangka panjang, “job hugging” dapat merugikan baik pekerja maupun perusahaan. Para pekerja mungkin merasa tidak puas dengan pekerjaan dan gaji mereka, sementara perusahaan bisa mengalami kualitas tenaga kerja yang rendah. Oleh karena itu, penting bagi pekerja dan perusahaan untuk mengenali dampak negatif dari “job hugging” dan mencari solusi yang lebih seimbang demi keberlangsungan karier dan produktivitas yang baik.

Source link