Kartu Identitas Anak (KIA) atau yang lebih dikenal sebagai KTP Pink memiliki peran penting dalam memberikan identitas resmi bagi anak-anak di Indonesia. Dokumen ini diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2016 yang mewajibkan setiap anak di bawah usia 17 tahun dan belum menikah memiliki KIA. Dengan demikian, KTP Pink membantu pemerintah dalam mendata populasi anak-anak dan memudahkan akses mereka ke layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial.
Selain sebagai identitas resmi, KIA juga berfungsi sebagai perlindungan hak anak serta memberikan kepastian hukum atas keberadaan mereka. Dokumen ini juga menjadi data penting bagi pemerintah dalam merancang program perlindungan anak yang efektif dan dapat digunakan dalam situasi darurat. Selain itu, KIA juga diperlukan dalam berbagai urusan administratif seperti mendaftar sekolah, membuka tabungan, atau mendaftar BPJS.
Perbedaan KIA dengan KTP Biru (e-KTP) terletak pada sasaran pengguna, dasar hukum, chip/biometrik, dan masa berlaku. KIA ditujukan untuk anak di bawah 17 tahun sementara KTP Biru untuk WNI berusia 17 tahun ke atas. KIA tidak dilengkapi dengan chip atau data biometrik, dan masa berlakunya hanya hingga anak mencapai usia 17 tahun sedangkan KTP Biru berlaku seumur hidup. Proses pembuatan KIA melibatkan orang tua atau wali yang harus melengkapi dokumen seperti fotokopi akta kelahiran anak, Kartu Keluarga, KTP elektronik, dan pasfoto anak.
Dengan demikian, KIA atau KTP Pink menjadi langkah penting dalam mewujudkan identitas resmi bagi setiap anak di Indonesia sejak dini. Dokumen ini tidak hanya memastikan akses layanan publik yang lancar namun juga melindungi hak anak serta menjadi data strategis dalam kebijakan perlindungan anak. Setelah anak berusia 17 tahun, ia akan beralih menggunakan KTP elektronik atau KTP Biru sebagai identitas resmi mereka.