Virus Hanta merupakan kelompok virus yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia, terutama melalui rodensia seperti tikus dan mencit. Di Indonesia, infeksi virus Hanta dapat menyebabkan sindrom Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS), yang memicu demam berdarah dan gangguan pada fungsi ginjal, memerlukan penanganan medis segera. Reservoir utama hantavirus di Indonesia terdapat pada berbagai jenis tikus, seperti tikus got, mencit rumah, dan tikus ladang, yang dapat menularkan virus melalui air liur, urine, atau kotorannya.
Penularan virus terjadi saat manusia menghirup partikel virus yang berasal dari ekskresi tikus. Gejala klinis infeksi hantavirus terbagi menjadi dua sindrom utama, yaitu HFRS (Ginjal & Demam Berdarah) dan HPS (Paru-paru/Cariopulmonal), yang dapat memiliki tingkat fatalitas yang berbeda. Di Indonesia, hingga Juli 2025, telah tercatat delapan kasus HFRS yang tersebar di empat provinsi, namun belum mencapai status Kejadian Luar Biasa.
Proses diagnosis infeksi virus Hanta melibatkan pemeriksaan riwayat paparan dan gejala klinis, tes darah, serologi, dan pencitraan dada. Saat ini belum ada antivirus atau vaksin khusus untuk HPS dan HFRS, sehingga penanganan dilakukan secara suportif intensif dengan menggunakan berbagai teknik medis. Pencegahan infeksi virus Hanta dapat dilakukan dengan mengontrol populasi tikus, menjaga kebersihan lingkungan, menggunakan perlindungan pribadi, ventilasi, dan edukasi masyarakat.
Meskipun infeksi virus Hanta tergolong jarang, namun merupakan ancaman serius yang membutuhkan deteksi dini dan penanganan intensif. Pencegahan tetap menjadi langkah utama dalam melindungi diri dari infeksi virus Hanta. Saat ini belum ditemukan vaksin atau obat yang spesifik untuk mengatasi infeksi virus Hanta, sehingga menjaga kebersihan lingkungan dan menghindari paparan tikus sangat dianjurkan.