Perjanjian Giyanti dan Kerajaan Surakarta-Yogyakarta

by -10 Views

Pada tahun 1755, terjadi peristiwa penting yang dikenal sebagai Perjanjian Giyanti yang menjadi tonggak berdirinya dua kerajaan besar di Jawa, Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Perjanjian ini mengakhiri dominasi Kerajaan Mataram Islam dan membuka jalan bagi pembentukan dua kerajaan yang berdiri hingga hari ini. Konflik internal di Mataram dimulai dari ketidakstabilan dalam keluarga kerajaan, terutama antara Pangeran Prabasuyasa, Pangeran Mangkubumi, dan Raden Mas Said.

Seiring intervensi kolonial Belanda, terutama VOC, konflik semakin meruncing. VOC memainkan peranan penting dalam suksesi Mataram dan berhasil memecah-belah koalisi yang akhirnya mengarah pada Perjanjian Giyanti. Perjanjian ini secara resmi membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, Kasunanan Surakarta yang dipimpin oleh Pakubuwana III dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwana I.

Namun, perjanjian tersebut tidak serta-merta mengakhiri konflik. Raden Mas Said melanjutkan perjuangan dan akhirnya menandatangani Perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757, yang membentuk Kadipaten Mangkunegaran sebagai entitas politik baru. Setelah perjanjian Giyanti, Kasultanan Yogyakarta resmi berdiri pada 13 Maret 1755 setelah pertemuan antara Sultan Hamengkubuwana I dan Pakubuwana III di Jatisari. Pembangunan Keraton Yogyakarta dimulai pada 9 Oktober 1755.

Sebagai pengingat akan peristiwa bersejarah ini, Monumen Perjanjian Giyanti didirikan di Karanganyar, Jawa Tengah. Monumen ini melambangkan perpecahan Mataram dan kelahiran dua kerajaan besar di Jawa: Surakarta dan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti tidak hanya menandai akhir dari Kerajaan Mataram yang utuh, namun juga sebagai awal dari dua kerajaan yang memiliki sejarah panjang dan kaya di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Source link