Sejak dulu, persaingan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet tidak hanya terjadi dalam bidang militer, tetapi juga dalam teknologi. Persaingan ini termasuk dalam pengembangan senjata canggih, pesawat terbaru, dan senjata nuklir. Namun, yang paling menonjol adalah perlombaan untuk menguasai antariksa.
Mulai dari Uni Soviet mengirimkan manusia pertama ke luar angkasa hingga Amerika Serikat mendaratkan manusia di bulan, persaingan di kawasan antariksa terus berlanjut. Namun, setelah pendaratan terakhir di bulan pada tahun 1972, eksplorasi antariksa manusia tampak terhenti karena biaya yang mahal. Kini, pemantauan antariksa dilakukan dengan drone, satelit, dan rover di berbagai planet, termasuk Mars.
Meskipun begitu, pencapaian manusia masih didominasi oleh beberapa negara. Namun, dengan teknologi baru, banyak negara dapat memulai program antariksa sendiri, memicu perlombaan antariksa baru. Siapa yang dapat mencapai dan mengendalikan kawasan antariksa menjadi isu penting yang perlu dibahas.
Diskusi “Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global” membahas pentingnya meningkatkan pemahaman tentang sektor keantariksa. Professor Thomas Djamaluddin memimpin diskusi ini dengan fokus pada pengembangan antariksa di Indonesia dan tantangan yang dihadapi. Tonggak penting keantariksaan di Indonesia dari era 1960 hingga 2012 juga diuraikan dalam diskusi.
Selama diskusi, disoroti bahwa program Antariksa Indonesia membutuhkan dukungan lebih dari pemerintah dan masyarakat. Pemahaman yang kurang tentang sektor keantariksa menjadi kendala utama yang perlu diselesaikan. Kemandirian antariksa Indonesia merupakan tujuan yang akan tercapai dengan dukungan dari semua pihak. Ini akan membawa Indonesia bersaing di era baru perlombaan antariksa global.
Sumber: Kemandirian Antariksa Dan RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional: Strategi Indonesia Hadapi Era Baru Perlombaan Antariksa
Sumber: Kemandirian Antariksa, Era Baru Perang Bintang Indonesia?
