Dalam mengatasi masalah tawuran di Jakarta, Kevin Wu dari DPRD DKI Jakarta menyoroti pentingnya pendekatan yang lebih holistik daripada hanya mengandalkan penegakan hukum belaka. Menurutnya, akar masalah seperti pengangguran, minimnya ruang ekspresi, dan kurangnya literasi digital juga perlu ditangani secara bersamaan.
Menyebutkan data BPS 2023 yang menunjukkan 15,5 persen pemuda Jakarta berstatus NEET, Kevin mengatakan ini merupakan masalah yang bisa menjadi pemicu frustrasi sosial. Oleh karena itu, dia mengusulkan agar Pemprov DKI Jakarta mengubah RPTRA yang terbengkalai menjadi “Youth Creative Hub” yang dapat menjadi tempat pemuda belajar vokasi, digital marketing, atau mengembangkan UMKM.
Pentingnya literasi digital juga menjadi fokus Kevin, terutama setelah temuan BSSN bahwa banyak konten provokatif terkait tawuran di media sosial berasal dari Jakarta, bahkan sebagian besar diunggah oleh anak di bawah umur. Dia mendesak kolaborasi dengan platform media sosial untuk menghapus konten berbahaya lebih cepat, dalam waktu maksimal tiga jam.
Kevin juga menyoroti keberhasilan program Siber Patriot dalam menekan perundungan siber di sekolah, dan mengusulkan program serupa diperluas ke 200 sekolah di Jakarta Timur. Dengan mengadopsi model yang telah berhasil di Bandung, seperti Program Sabilulungan yang berhasil menurunkan angka tawuran, Pemprov DKI Jakarta dapat lebih efektif dalam mengatasi masalah.
Selain itu, pengoptimalan anggaran Rp2,3 triliun di APBD 2024 untuk pemberdayaan pemuda juga diusulkan oleh Kevin. Contohnya, sinergi dengan kelurahan rawan tawuran melalui patroli preventif dan pendataan kelompok rentan berbasis RT/RW. Kevin menekankan pentingnya melibatkan berbagai pihak seperti kepolisian, karang taruna, tokoh agama, dan orang tua dalam upaya pencegahan tawuran.
Dengan pendekatan yang menyeluruh dan melibatkan kerjasama antar lembaga serta komunitas, diharapkan Jakarta dapat mengatasi masalah tawuran dengan lebih efektif dan berkelanjutan.